Kamis, 02 Juli 2015

Lau Mentar

Lau Mentar Canyon berada di Desa Rumah Liang, Kecamatan STM Hulu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Waktu tempuh dari medan kami tempuh sekitar 5 jam (waktu 5 jam termasuk kami berhenti berfoto-foto di jembatan lau luhung dan jembatan gantung, juga di aliran sungai jernih di tengah perjalanan ke lau mentar).


Untuk sampai ke lokasi, hanya bisa dengan menggunakan transportasi sepeda motor saja, karena jalur yang dilalui, kondisi jalanan nya lumayan ekstrem. Kalau teman pernah ke Tinggi Raja, jalan ke Lau Mentar Canyon ini lebih ekstrem lagi dari pada jalanan ke Tinggi Raja. Usahakan tidak memilih sepeda motor matic atau motor bebek yang jarak mesin dan permukaan tanah cukup dekat, karena akan menemui jalur bebatuan yang cukup menyulitkan.



Di tengah perjalanan, kita akan menjumpai sebuah jembatan beton di kawasan Tiga Juhar. Jembatan ini menyajikan view yang bagus, terlebih untuk kita mengabadikan gambar. Di sekeliling jembatan kita akan melihat hamparan pepohonan dan di salah satu jembatan terdapat sebuah jembatan tua yang sudah hampir bobrok termakan usia. Walaupun terlihat tua, jembatan tersebut masih aman dilalui dengan berjaan kaki, dan pejalan tidk mengambil resiko berjalan sampai ke tengah jembatan.







Sampai di Lokasi parkir, kita disambut oleh warga sekitar yang sudah mulai menawarkan jasa guide (wajib)... padahal menurut penurutan teman saya yang sudah pernah mengunjungi Lau Mentar ini, beberapa bulan lalu untuk menikmati objek wisata disini tidak dipungut biaya sama sekali, hanya uang parkir yang diberikan sukarela kepada penduduk setempat. Namun, Menurut penjelasan guide disana, pemungutan uang guide dilakukan karena telah terjadi kehilangan sepeda motor beberapa waktu lalu, maka warga sekitar berinisiatif untuk menertibkan segala sesuatunya agar lokasi wisata Lau Mentar ini menjadi lebih baik lagi.


Untuk objek wisata nya sih ada 3 yaitu Sungai yang berwarna kehijauan, Goa, dan Air Terjun. Tersedia 3 paket guide, paket A untuk 1 lokasi sebesar R.p.10.000/orang, paket B untuk 2 lokasi sebesar R.p. 15.000/orang, paket C untuk 3 lokasi sebesar 20.000/orang.









Air Terjun Dua Warna

Air Terjun Dua Warna terletak di Desa Durin Sirugun, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Air terjun ini berada persis di area kaki Gunung Sibayak. Jika Anda mendarat di Kota Medan, jarak yang harus ditempuh menuju Sibolangit adalah sekitar 75 km. Lokasi dari pusat kecamatan menuju Air Terjun Dua Warna masih cukup jauh. Dalam kondisi perjalanan ideal akan memakan waktu lebih kurang 3 jam. Bagi Anda yang sama sekali belum pernah berkunjung, sebaiknya meminta jasa pemandu wisata (tour guide) untuk menghindari kemungkinan-kemungkinan buruk seperti kehilangan arah atau tersesat.




Bus antar kota jurusan Kabanjahe dari Medan dapat menjadi pilihan Anda untuk menuju Bumi Perkemahan Sibolangit Kabupaten Karo. Akan lebih nyaman lagi jika Anda menggunakan mobil pribadi atau mobil rental. Setibanya di Bumi Perkemahan, Anda harus bersiap untuk penjelajahan selanjutnya. Meskipun akses untuk masuk ke air terjun ini cukup jelas dan sudah banyak orang yang mengunjunginya, tetap saja Anda harus menyimpan tenaga ekstra mulai dari perjalanan menuju ke Air Terjun Dua Warna hingga perjalanan pulang. Kenapa demikian? Sebab Anda harus melewati hutan lebat terlebih dahulu dengan waktu sekitar 2 hingga 3 jam. Meskipun melewati hutan lebat, Anda tidak perlu khawatir, karena di sepanjang jalan Anda akan dibantu dengan petunjuk-petunjuk arah yang sengaja diperuntukkan bagi para wisatawan demi mempermudah perjalanan Anda. Jiwa petualangan Anda semakin diasah dengan jalur yang menantang, seperti tanjakan, arah menurun, juga sampai melintasi beberapa sungai kecil di dalam hutan. Seru sekali. Seluruh tenaga Anda yang terkuras akan terbayar setibanya di objek wisata Air Terjun Dua Warna. Keindahan dan sejuknya air terjun ini akan memanjakan hasrat wisata Anda.






Aek Sipitu Dai

Bila akan ke Pusuk Buhit, ada baiknya kita terlebih dahulu mengunjung objek wisata ini.  Aek Sipitu Dai ini terletak di perkampungan dengan nama yang sama juga, yakni Desa Sipitu Dai. Perkampungan ini berada di garis lingkar Pusuk Buhit, di Lembah Sagala dan Limbong Mulana. Jalan menuju Aek Sipitu Dai ini memang cukup berliku karena nggak jarang jalannya menurun. Tapi kini jarak ke Pangururan ibukota Kabupaten Samosir ini udah bisa ditempuh selama 30 menit. Setelah dari sini, tinggal mengarahkan mobil ke arah kiri sekitar 7-8 kilometer dan masuk ke Desa Limbong.

























Di tempat ini terdapat tujuh sumber mata air yang memiliki rasa berbeda-beda. Menurut masyarakat sekitar, sebelum kita mendaki Pusuk Buhit, hendaknya kita mencuci muka, kaki dan tangan dengan air tersebut kemudian meminumnya beberapa teguk. Mata air ini dikeluarkan dari sebuah pancuran yang  berbentuk patung wanita yang memegang kendi.

Batu Sawan

Berkunjung ke danau Toba dengan ke unikan pulau Samosir ditengah-tengahnya, kita tidak saja dapat menikmati keindahan alam yang menajubkan, banyak situs-situs sejarah asal mula-mula Suku Batak menyebar disekitar kawasan Pusuk Buhit (Buhit artinya bukit atau gunung),umumnya situs-situs tersebut merupakan makam-makam keturunan Si Raja Batak.

Adalah Batu Sawan yang merupakan air terjun alami yang ditemukan pada tahun 1996 oleh seorang bermarga Limbong lewat mimpi, singkat cerita pak Limbong inilah yang membersihkan dan mengorek-mengorek punggung gunung sehingga terwujut suatu aliran air yang muncul dari permukaan tanah dan mengalir lewat parit-parit kecil melintasi tebing batu meluncur terjun ke sebuah batu berbentuk seperti cawan besar.Kemudian tempat ini dikeramatkan sering digunakan untuk upacara ritual.

Uniknya air yang jatuh diatas batu berbentuk cawan ini ,ketika diminum rasanya seperti perasan jeruk purut,kecut-kecut segar alami , tetapi rasa air sebelum jatuh ke batu cawan dan setelah melimbah dari batu cawan tersebut rasanya tawar seperti air gunung umumnya.
Oleh Pemda Kabupaten setempat tempat resmi di jadikan objek wisata, air batu Sawan itu pun sering dibawah sampai ke Jakarta, dan rasanya tetap seperti perasan jeruk purut, tapi sampai sekarang belum diketahui kandungan apa yang membuat rasa jeruk Purut dan apakah ada unsur-unsur khasiat penyembuhannya juga tidak diketahui , yang jelas tempat ini mulai ramai dikunjungi sebagai tempat mengadakan acara ritual.




 Papan petunjuk di salah satu bagian air terjun


Menara Pandang Tele

Bagi Anda yang pernah berkunjung ke Danau Toba, keberadaan menara ini tentunya sudah tidak asing lagi sebab Menara Pandang Tele ini cukup populer di kalangan wisatawan terutama bagi mereka yang hobbi fotografi. Menara Pandang Tele merupakan merupakan menara yang tingginya terdiri dari 4 tingkat dan masing-masing tingkatnya memiliki jarak pandang yang berbeda, tentunya tingkat paling atas yang merupakan tingkat utama untuk memandang sebahagian panorama Danau Toba.

Menara ini cukup bagus, dengan lantainya yang bersih berkeramik serta beberapa anak tangga yang menghubungkan antara satu tingkat ke tingkat lainnya serta dinding-dindingnya yang dilapisi oleh kaca yang cukup kuat. Yang paling unik dari bangunan Menara Pandang Tele ini adalah bentuk atapnya yang menyerupai sebuah bolon, sehingga memberikan kesan yang sangat unik ketika Anda pertama kali melihat bangunan ini.

Mulai didirikan pada tahun 1980 akhir, tujuan dibangunnya menara ini adalah sebagai fasilitas pelengkap pariwisata Sumatera Utara. Kemudian Drs. G. Sinaga yang kala itu menjabat sebagai Bupati Tapanuli Utara meresmikannya di tahun 1988. Menara Pandang Tele ini terdapat di Tele, tepatnya di Pulau Samosir yang merupakan salah satu pulau yang menjadi destinasi pariwisata penting di Danau Toba.



Tele sendiri merupakan sebuah kawasan tertinggi di sekitar Danau Toba sehingga dengan keberadaan menara yang terdapat di kawasan tersebut, Anda dapat melihat beberapa objek wisata yang terbentang dengan indahnya seperti perairan Danau Toba dengan panorama beberapa kapal dan boat yang melintas menuju Pulau Samosir, kemudian terlihat juga sebahagian perbukitan yang mengelilingi Danau Toba dengan warna kehijau-hijauan, serta sebahagian daratan di Pulau Samosir pun terlihat dengan jelas.

Selain panorama dari kejauhan, panorama yang terdapat di sekitar Menara Pandang Tele ini pun cukup menarik, seperti hamparan perbukitan yang hijau dengan ruas jalan yang cukup sepi. Panorama tersebut dinamakan oleh masyarakat sekitar dengan nama Panorama Indah Tele. Pertama kali didirikannya bangunan menara ini, jumlah wisatawan yang berkunjung pun cukup banyak bahkan lokasi ini dahulunya hampir tidak pernah sepi oleh wisatawan.



Sopo Guru Tatea Bulan



Sopo Guru Tatea Bulan atau Rumah Guru Tatea Bulan merupakan sebuah tempat yang berisi replika atau patung-patung dari para raja yang menurunkan kerabat kemargaan yang dibangun pada 1995 oleh Dewan Pengurus Pusat Punguan Pomparan Guru Tatea Bulan. Tempat ini berada di Bukit Sulatti, tepat di bawah kaki Gunung Pusuk Buhit. Sembari melihat-lihat replika para Raja Batak, kita dapat mendengarkan cerita sejarah mengenai silsilah marga Batak yang dituturkan oleh penjaga tempat ini. Selain itu di bagian luar bangunan ini terdapat pula patung hewan yang konon dulunya hewan-hewan tersebut dijadikan kendaraan oleh para keturunan Raj Batak. Patung-patung hewan tersebut diantaranya naga, gajah, singa, harimau, dan kuda.












Batu Hobon

Merupakan sebuah batu tua besar. Disebut demikian karena bentuknya berupa batu berdiameter satu meter dengan bagian bawah berongga. Diperkirakan batu ini merupakan sebuah lorong yang mungkin saja berbentuk goa. Dulunya di tempat ini kerap diadakan upacara sakral yang masih berlanjut hingga sekarang. Upacara itu diyakini sebagai penghormatan pada roh leluhur sekaligus menerima pewahyuan dari nenek moyang, dikenal dengan sebutan “Tatea Bulan”.

Di Batu Hobon ini lah pomparan Ompu Guru Tatea Bulan pada mulanya bermukim. Diriwayatkan, Pusuk Buhit sebagai tempat turunnya Si Raja Batak yang pertama, diutus oleh Mulajadi Nabolon atau Tuhan Yang Maha Esa untuk mengusai tanah Batak.

Disanalah Raja Batak memulai kehidupannya. Dalam silsilahnya, Raja Batak memiliki dua orang anak sebagai pembawa keturunan atau marga dan menjaga martabat keluarga. Kedua putra Raja Batak itu bernama Guru Tatea Bulan dan Raja Isombaon.

Pada gilirannya, Guru Tatea Bulan memiliki lima orang putra dan lima orang putri. Kelima putranya bernama; Raja Uti (tidak memiliki keturunan), Sariburaja, Limbong Mulana, Sagala Raja dan Silau Raja. Dari keturunan mereka lah asal muasal semua marga-marga Batak muncul dan menyebar ke seluruh penjuru.


Bangunan tempat Batu Hobon




Konon, Batu Hobon adalah buah tangan Raja Uti untuk menyimpan harta kekayaan orang Batak, berupa benda-benda pusaka dan alat-alat musik. Diyakini pula, di dalam Batu Hobon ini tersimpan Lak-Lak (sejenis kitab) yang berisi ajaran dan nilai-nilai luhur. Berdasarkan pewahyuan yang datang pada keturunannya, diperkirakan pada suatu saat, benda-benda yang tersimpan dalam batu itu akan di keluarkan sendiri oleh Raja Uti –yang menurut kepercayaan setempat tidak pernah mati (baca: moksa)–. Dia akan tetap hidup dalam pribadi-pribadi pilihan yang tentu masih keturunannya.Konon batu ini merupakan situs sejarah masyarakat Batak yang dijadikan tempat penyimpanan harta kekayaan milik Raja Batak kala itu. Salah seorang penjaga situs ini menyebutkan batu ini dijaga oleh kekuatan magis yang membuat ia tidak bisa dibuka. Oleh karenanya, batu ini disakralkan oleh masyarakat sekitar sebagai bukti peninggalan kekauasaan Raja Batak pada zaman dahulu kala.


 Penjaga situs bersejarah Batu Hobon

Pusuk Buhit

Berada di Kabupaten Samosir, Sumatera Utara. Letaknya di sebelah barat Pulau Samosir Danau Toba.  Gunung dengan ketinggian 1800 mdpl ini merupakan gunung yang dianggap sakral bagi warga sekitar khususnya masyarakat suku Batak. 


Puncak Pusuk Buhit yang berisi altar






Batu Pertolongan Siraja Babiat di tengah pendakian







Danau Toba tampak dari puncak pususk Buhit


Bagi teman yang ingin mendaki gunung ini, sebenarnya terdapat jalur alternatif selain yang umumnya dilewati yakni melalui jalan setapak yang dibuat oleh warga.  Apabila melalui jalan biasa, akan memakan waktu sekitar 5 jam berjalan kaki namun bila melewati jalan setapak, akan menghemat waktu menjadi 3 jam saja. Selain itu dapat pula ditempuh dengan kendaraan seperti trail atau off road mengingat medan yang berat untuk ditempuh. Sesampainya di sana, akan kita jumpai sebuah altar dengan beberapa meja yang dipenuhi semacam sesajen yang terdiri dari jeruk purut, mangkuk putih berisi air dan beberapa daun sirih.